Monday, November 28, 2016

KISAH UTSMAN BIN AFFAN

                                       KISAH UTSMAN BIN AFFAN


Menjelang wafat, Umar bin Khattab berpesan. Selama tiga hari, imam masjid hendaknya
diserahkan pada Suhaib Al-Rumi. Namun pada hari keempat hendaknya telah dipilih seorang
pemimpin penggantinya. Umar memberikan enam nama. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib,
Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqas, Abdurrahman bin Auff dan Thalhah
anak Ubaidillah.


Keenam orang itu berkumpul. Abdurrahman bin Auff memulai pembicaraan dengan mengatakan
siapa dia antara mereka yang bersedia mengundurkan diri. Ia lalu menyatakan dirinya mundur
dari pencalonan. Tiga orang lainnya menyusul. Tinggallah Utsman dan Ali. Abdurrahman
ditunjuk menjadi penentu. Ia lalu menemui banyak orang meminta pendapat mereka. Namun
pendapat masyarakat pun terbelah.


Imar anak Yasir mengusulkan Ali. Begitu pula Mikdad. Sedangkan Abdullah anak Abu Sarah
berkampanye keras buat Utsman. Abdullah dulu masuk Islam, lalu balik menjadi kafir kembali
sehingga dijatuhi hukuman mati oleh Rasul. Atas jaminan Utsman hukuman tersebut tidak
dilaksanakan. Abdullah dan Utsman adalah "saudara susu".


Konon, sebagian besar warga memang cenderung memilih Utsman. Saat itu, kehidupan ekonomi
Madinah sangat baik. Perilaku masyarakat pun bergeser. Mereka mulai enggan pada tokoh yang
Abdurrahman -yang juga sangat kaya-- pun memutuskan Ustman sebagai khalifah. Ali sempat
protes. Abdurrahman adalah ipar Ustman. Mereka sama-sama keluarga Umayah. Sedangkan Ali,
sebagaimana Muhammad, adalah keluarga Hasyim. Sejak lama kedua keluarga itu bersaing.
Namun Abdurrahman meyakinkan Ali bahwa keputusannya adalah murni dari nurani. Ali kemudian
menerima keputusan itu.


Maka jadilah Ustman khalifah tertua. Pada saat diangkat, ia telah berusia 70 tahun. Ia
lahir di Thalif pada 576 Masehi atau enam tahun lebih muda ketimbang Muhammad. Atas ajakan
Abu Bakar, Ustman masuk Islam. Rasulullah sangat menyayangi Ustman sehingga ia dinikahkan
dengan Ruqaya, putri Muhammad. Setelah Ruqayah meninggal, Muhammad menikahkan kembali Ustman
dengan putri lainnya, Ummu Khulthum.


Masyarakat mengenal Ustman sebagai dermawan. Dalam ekspedisi Tabuk yang dipimpin oleh Rasul,
Ustman menyerahkan 950 ekor unta, 50 kuda dan uang tunai 1000 dinar. Artinya, sepertiga dari
biaya ekspedisi itu ia tanggung seorang diri. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Ustman juga
pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang
menderita di musim kering itu.


Di masanya, kekuatan Islam melebarkan ekspansi. Untuk pertama kalinya, Islam mempunyai armada
laut yang tangguh. Muawiyah bin Abu Sofyan yang menguasai wilayah Syria, Palestina dan
ibanon membangun armada itu. Sekitar 1.700 kapal dipakainya untuk mengembangkan wilayah
ke pulau-pulau di Laut Tengah. Siprus, Pulau Rodhes digempur. Konstantinopel pun sempat
dikepung.


Namun, Ustman mempunyai kekurangan yang serius. Ia terlalu banyak mengangkat keluarganya
menjadi pejabat pemerintah. Posisi-posisi penting diserahkannya pada keluarga Umayah. Yang
paling kontroversial adalah pengangkatan Marwan bin Hakam sebagai sekretaris negara.
Banyak yang curiga, Marwan-lah yang sebenarnya memegang kendali kekuasaan di masa Ustman.


Di masa itu, posisi Muawiyah anak Abu Sofyan mulai menjulang menyingkirkan nama besar
seperti Khalid bin Walid. Amr bin Ash yang sukses menjadi Gubernur Mesir, diberhentikan
diganti dengan Abdullah bin Abu Sarah -keluarga yang paling aktif berkampanye untuk Ustman
dulu. Usman minta bantuan Amr kembali begitu Abdullah menghadapi kesulitan. Setelah itu,
ia mencopot lagi Amr dan memberikan kembali kursi pada Abdullah.


Sebagai Gubernur Irak, Azerbaijan dan Armenia, Ustman mengangkat saudaranya seibu, Walid
bin Ukbah menggantikan tokoh besar Saad bin Abi Waqas. Namun Walid tak mampu menjalankan
pemerintahan secara baik. Ketidakpuasan menjalar ke seluruh masyarakat. Bersamaan dengan
itu, muncul pula tokoh Abdullah bin Sabak. Dulu ia seorang Yahudi, dan kini menjadi seorang
muslim yang santun dan saleh. Ia memperoleh simpati dari banyak orang.


Abdullah berpendapat bahwa yang paling berhak menjadi pengganti Muhammd adalah Ali.
Ia juga menyebut bakal adanya Imam Mahdi yang akan muncul menyelamatkan umat di masa
mendatang -sebuah konsep mirip kebangkitan Nabi Isa yang dianut orang-orang Nasrani.
Segera konsep itu diterima masyarakat di wilayah bekas kekuasaan Persia, di Iran dan
Irak. Pengaruh Abdullah bin Sabak meluas. Ustman gagal mengatasi masalah ini secara
bijak. Abdullah bin Sabak diusir ke Mesir. Abu Dzar Al-Ghiffari, tokoh yang sangat
saleh dan dekat dengan Abdullah, diasingkan di luar kota Madinah sampai meninggal.


Beberapa tokoh mendesak Ustman untuk mundur. Namun Ustman menolak. Ali mengingatkan
Ustman untuk kembali ke garis Abu Bakar dan Umar. Ustman merasa tidak ada yang keliru
dalam langkahnya. Malah Marwan berdiri dan berseru siap mempertahankan kekhalifahan
itu dengan pedang. Situasai tambah panas. Pada bulan Zulkaedah 35 Hijriah atau 656 Masehi,
500 pasukan dari Mesir, 500 pasukan dari Basrah dan 500 pasukan dari Kufah bergerak.
Mereka berdalih hendak menunaikan ibadah haji, namun ternyata mengepung Madinah.


Ketiganya bersatu mendesak Ustman yang ketika itu telah berusia 82 tahun untuk mundur.
Dari Mesir mencalonkan Ali, dari Basrah mendukung Thalhah dan dari Kufah memilih Zubair
untuk menjadi khalifah pengganti. Ketiganya menolak, dan malah melindungi Ustman dan
membujuk para prajurit tersebut untuk pulang. Namun mereka menolak dan malah mengepung
Madinah selama 40 hari. Suatu malam mereka malah masuk untuk menguasai Madinah. Ustman
yang berkhutbah mengecam tindakan mereka, dilempari hingga pingsan.


Ustman membujuk Ali agar meyakinkan para pemberontak. Ali melakukannya asal Ustman tak
lagi menuruti kata-kata Marwan. Ustman bersedia. Atas saran Ali, para pemberontak itu pulang.
Namun tiba-tiba Ustman, atas saran Marwan, menjabut janjinya itu. Massa marah.Pemberontak
balik ke Madinah. M
Muhammad anak Abu Bakar siap mengayunkan pedang. Namun tak jadi melakukannya setelah ditegur
Ustman. Al Ghafiki menghantamkan besi ke kepala Ustman, sebelum Sudan anak Hamran menusukkan
pedang. Pada tanggal 8 Zulhijah 35 Hijriah, Ustman menghembuskan nafas terakhirnya sambil
memeluk Quran yang dibacanya. Sejak itu, kekuasaan Islam semakin sering diwarnai oleh tetesan darah.

Ustman juga membuat langkah penting bagi umat. Ia memperlebar bangunan Masjid Nabawi di
Madinah dan Masjid Al-Haram di Mekah. Ia juga menyelesaikan pengumpulan naskah Quran yang
telah dirintis oleh kedua pendahulunya. Ia menunjuk empat pencatat Quran, Zaid bin Tsabit,
Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits, untuk memimpin sekelompok
juru tulis. Kertas didatangkan dari Mesir dan Syria. Tujuh Quran ditulisnya, Masing-masing
dikirim ke Mekah, Damaskus, San'a, Bahrain, Basrah, Kufah dan Madinah.


Di masa Ustman, ekspedisi damai ke Tiongkok dilakukan. Saad bin Abi Waqqas bertemu dengan
Kaisar Chiu Tang Su dan sempat bermukim di Kanton. 



Di Poskan Oleh :  artikelkisah-kisah.blogspot.co.id

artikelkisah-kisah.blogspot.co.id
 




ABU AIYUB AL-ANSHARI

                             ABU AIYUB AL-ANSHARI
"PEJUANG DI WAKTU SENANG ATAU PUN SUSAH"

 
Rasulullah memasuki kota Madinah, dan dengan demikian berarti beliau telah mengakhiri perjalanan hijrahnya dengan gemilang, dan memulai hari-harinya yang penuh berkah di kampung hijrah, untuk mendapatkan apa yang telah disediakan qadar nahi baginya, yakni sesuatu yang tidak disediakannya bagi manusia-manusia lainnya....
Dengan mengendauai untanya Rasulullah berjalan di tengah-tengah barisan manusia yang penuh sesak, dengan luapan semangat dari kalbu yang penuh cinta dan rindu ...,berdesak-desakan berebut memegang kekang untanya, karena masing-masingnya  menginginkan  untuk  menerima  Rasul sebagai tamunya.
Rombongan Nabi itu mula-mula sampai ke perkampungan Bani Salim bin Auf; mereka mencegat jalan unta sembari berkata:
"Wahai Rasul Allah tinggallah anda pada kami, bilangan kami banyak, persediaan cukup, serta keamanan terjamin ... !"
Tawaran mereka yang telah mencegat dan memegang tali kekang unta itu, dijawab oleh Rasulullah: "Biarkanlah, jangan halangi jalannya, karena ia hanyalah melaksanahan perintah ... !"
Kendaraan Nabi terus melewati perumahan Bani Bayadhah, lain ke kampung Bani Sa'idah, teuus ke kampung Bani Harits ibnul Khazraj, kemudian sampai di kampung Bani 'Adi bin Najjar .... Setiap suku atau kabilah itu mencoba mencegat jalan unta Nabi, dan tak henti-hentinya meminta dengan gigih agar Nabi shallallahu alaihi wasalam  sudi membahagiakan mereka dengan menetap di kampung mereka. Sedang Nabi menjawab tawaran mereka sambil tersenyum syukur di bibirnya ujarnya: "Lapangkan jalannya, harena ia terperintah ... !"
Nabi sebenamya telah menyerahkan memilih tempat tinggalnya kepada qadar Ilahi, karena dari tempat inilah kelak kemasyhuran dan kebesarannya .... Di atas tanahnya bakal muncul suatu masjid yang akan memancarkan kalimat-kalimat Allah dan nur-Nya ke seantero dunia .... Dan di sampingnya akan berdiri satu atau beberapa bilik dari tanah dan bata kasar ...,tidak terdapat di sana harta kemewahan dunia selain barang-barang bersahaja dan seadanya ... !
Tempat ini akan dihuni oleh seorang Mahaguru dan Rasul yang akan meniupkan ruh kebangkitan pada kehidupan yang sudah padam, dan yang akan memberikan kemuliaan dan keselamatan bagi mereka yang berkata: -
"Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap di atas pendirian ... bagi mereka yang beriman dan tidak mencampurkan keimanan itu dengan keaniayaan ...,bagi mereka yang mengikhlaskan Agama mereka semata-mata untuk Allah ...dan bagi mereka yang berbuat kebaikan di muka bumi dan tidak berbuat binasa....
Benarlah .... Rasul telah menyerahkan sepenuhnya pemilihan ini kepada qadar Ilahi yang akan memimpin langkah perjuangannya kelak .... Oleh karena inilah ia membiarkan saja tali  kekang  untanya terlepas  bebas,  tidak  ditepuknya kuduk unta itu tidak pula dihentikan langkahnya ... hanya dihadapkan hatinya kepada Allah, serta diserahkan dirinya kepada-Nya dengan berdo'a: -
"Ya Allah, tunjukkan tempat tinggalku, pilihhanlah untukhu... !"
Di muka rumah Bani Malik bin Najjar unta itu bersimpuh kemudian ia bangkit dan berkeliling di tempat itu, lain pergi ke tempat ia bersimpuh tadi dan kembali bersimpuh lalu tetap dan tidak beranjak dari tempatnya. Maka turunlah Rasul dari atasnya dengan penuh harapan dan kegembiraan ....
Salah seorang Muslimin tampil dengan wajah berseri-seri karena sukacitanya ... ia maju lalu membawa barang muatan dan memasukkannya ke rumahnya kemudian mempersilakan Rasul masuk .... Rasul pun mengikutinya dengan diliputi oleh hikmat dan berkat.
Maka tahukah anda sekalian siapa orang yang berbahagia ini, yang telah dipilih taqdir bahwa unta Nabi akan berlutut di muka rumahnya, hingga Rasul menjadi tamunya, dan semua penduduk Madinah akan sama merasa iri atas nasib mujurnya
Nah, ia adalah pahlawan yang jadi pembicaraan kita sekarang ini ..., Abu Aiyub al-Anshari Khalid bin Zaid, cucu Malik bin Najjar.
Pertemuan ini bukanlah pertemuan yang pertamanya dengan Rasulullah .... Sebelum ini, yakni sewaktu perutusan Madinah pergi ke Mekah untuk mengangkat sumpah setia atau bai'at, yaitu bai'at yang diberkati dan terkenal dengan nama "Bai'at Aqabah kedua", maka Abu Aiyub ai-Anshari termasuk di antara tujuh puluh orang Mu'min yang mengulurkan tangan kanan mereka ke tangan kanan Rasulullah serta menjabatnya dengan kuat, berjanji setia dan siap menjadi pembela.
Dan sekarang ketika Rasululah sudah bermukim di Madinah dan menjadikan kota itu sebagai pusat bagi Agama Allah, maka nasib  mujur yang sebesar-besamya telah  melimpah kepada Abu Aiyub, karena rumahnya telah dijadikan rumah pertama yang didiami muhajir agung, Rasul yang mulia.
Rasul telah memilih untuk menempati ruangan rumahnya tingkat pertama ....Tetapi begitu Abu Aiyub naik ke kamarnya di tingkat atas ia pun jadi menggigil, dan ia tak kuasa membayangkan dirinya akan tidur atau berdiri di suatu tempat yang lebih tinggi  dari tempat berdiri dan tidurnya Rasulullah itu.
Ia lalu mendesak Nabi dengan gigih dan mengharapkan beliau agar pindah ke tingkat atas, hingga Nabi pun memperkenankannya pengharapannya itu ....
Nabi akan berdiam di sana sampai selesai pembangunan masjid dan pembangunan biliknya di sampingnya .... Dan semenjak orang-orang Quraisy bermaksud jahat terhadap Islam dan berencana menyerang tempat hijrahnya di Madinah, menghasut kabilah-kabilah lain serta mengerahkan tentaranya untuk memadamkan nur Ilahi    semenjak itulah Abu Aiyub mengalihkan aktifitasnya kepada berjihad pada jalan Allah. Maka dimulainya dengan perang Badar, lalu Uhud dan Khandaq, pendeknya di semua medan tempur dan medan laga, ia tampil sebagai pahlawan yang sedia mengurbankan nyawa dan harta bendanya untukAllah Rabul 'alamin .... Bahkan sesudah Rasul wafat pun, tak pernah ia ketinggalan menyertai pertempuran yang diwajibkan atas Muslimin sekalipun jauh jaraknya yang akan ditempuh dan berat beban yang akan dihadapi ... !
Semboyan yang selalu diulang-ulangnya, baik malam ataupun siang ... dengan suara keras ataupun perlahan ... adalah firman Allah Ta'ala:
"Berjuanglah kalian, baik di waktu lapang, maupun di waktu sempit ... !" (Q·S.At-Taubat: 41)
Satu kali saja ... ia absen tidak menyertai balatentara Islam, karena sebagai komandannya khalifah mengangkat salah seorang dari pemuda Muslimin, sedang Abu Aiyub tidak puas dengan kepemimpinannya. Hanya sekali saja, tidak lebih... ! Sekalipun demikian, bukan main menyesalnya atas sikapnya yang selalu menggoncangkan jiwanya itu, katanya: -
"Tak jadi soal lagi bagiku, siapa orang yang akan jadi atasanku ... !" Kemudian tak pernah lagi ia ketinggalan dalam peperangan. Keinginannya hanyalah untuk hidup sebagai prajurit dalam tentara Islam, berperang di bawah benderanya dan membela kehormatannya... !
Sewaktu terjadi pertikaian antara Ali dan Mu'awiyah, ia berdiri di pihak Ali tanpa ragu-ragu, karena ialah Imam yang telah dibai'at oleh Kaum Muslimin .... Dan tatkala Ali syahid karena dibunuh, dan khilafat berpindah kepada Mu'awiyah,(Q.S.: At-Taubat: 41)
Abi Aiyub menyendiri dalam kezuhudan, bertawakkal lagi bertaqwa. Tak ada yang diharapkannya dari dunia hanyalah tersedianya suatu tempat yang lowong untuk berjuang dalam barisan para pejuang ....
Demikianlah, sewaktu  diketahuinya bala tentara Islam bergerak ke arah Konstantinopel, segeralah ia memegang kuda dengan membawa pedangnya, terus maju mencari syahid yang sudah lama didambakan dan dirindukannya ... !
Dalam pertempuran inilah ia ditimpa luka berat. Ketika komandannya pergi menjenguknya, nafasnya sedang berlomba dengan keinginannya hendak menemui Allah .... Maka bertanyalah panglima pasukan yang waktu itu Yazid bin Mu'awiyah:
"Apa keinginan anda, wahai Abu Aiyub?"
Aneh, adakah di antara kita yang dapat membayangkan atau mengkhayalkan apa keinginan Abu Aiyub itu...? Tidak sama sekali! Keinginannya sewaktu nyawa hendak berpindah dari tubuhnya ialah sesuatu yang sukar atau hampir tak kuasa manusia membayangkan atau mengkhayalkannya ... !
Sungguh, ia telah meminta kepada Yazid, bila ia telah meninggal, agar jasadnya dibawa dengan kudanya sejauh-jauh jarak yang dapat ditempuh ke arab musuh, dan di sanalah ia akan dikebumikan. Kemudian hendaklah Yazid berangkat dengan balatentaranya sepanjang jalan itu, hingga terdengar olehnya bunyi telapak kuda Muslimin di atas kuburnya dan diketahuinyalab bahwa mereka telah berhasil mencapai kemenangan dan keuntungan yang mereka cari ... !
Apakah anda kira ini hanya lamunan belaka... ?Tidak;dan ini bukan khayalan, tetapi kejadian nyata, kebenaran yang akan disaksikan dunia di suatu hari kelak, di mana ia menajamkan pandangan dan memasang telinganya, hampir-hampir tak percaya terhadap apa yang didengar dan dilihatnya ... !
Dan sungguh, wasiat Abu Aiyub itu telah dilaksanakan oleh Yazid! Di jantung kota Konstantinopel yang sekarang bernama Istanbul, di sanalah terdapat pandam pekuburan laki-laki besar, sungguh besar itu ... !
Hingga sebelum tempat itu dikuasai oleh orang-orang Islam, orang-orang  Romawi  penduduk  Konstantinopel  memandang Abu Aiyub di makamnya itu sebagai orang kudus suci ....Dan anda akan tercengang jika mendapati semua ahli sejarah yang mencatat peristiwa-peristiwa itu berkata: "Orang-orang Romawi sering mengunjungi dan berziarah ke kuburnya dan meminta hujan dengan perantaraannya, bila mereka mengalami kekeringan... "
Sekalipun perang dan pertempuran sarat memenuhi kehidupannya, hingga tak pernah membiarkan pedangnya terletak beristirahat, namun corak kehidupannya adalah tenang tenteram laksana desiran bayu di kala fajar datang menjelma ....
Sebabnya ia pernah mendengar ucapan Rasulullah shallallahu alaihi wasalam  yang terpateri dalam hatinya:
"Bila engkau shalat, maka shalatlah seolah-olah yang terakhir atau hendak berpisah .... Jangan sehali-hali mengucaphan kata-kata yang menyebabhan engkau harus meminta ma'af ... ! Lenyapkan harapan terhadap apa yang berada di tangan orang lain... !"
Dan oleh karena itulah tak pernah lidahnya terlibat dalam suatu fitnah ... dan dirinya tidak terjerembab dalam kerakusan .... Ia telah menghabiskan hidupnya dalam kerinduan ahli ibadah dan ketahanan orang yang hendak berpisah. Maka sewaktu ajalnya datang tak ada keinginannya di sepanjang dan selebar dunia kecuali cita-cita yang melambangkan kepahlawanan dan kebesarannya selagi hidupnya: "Bawalah jasadku jauh-jauh ... jauh masuk ke tanah Romawi, kemudian kuburkan aku di sana ... !"
Ia yakin sepenuhnya akan kemenangan, dan dengan mata hatinya dilihatnya bahwa wilayah ini telah termasuk dalam taman impian Islam, dalam lingkungan cahaya dan sinarnya…...
Karena itulah ia menginginkannya sebagai tempat istirahatnya yang terakhir, yakni di ibukota negara itu, di mana akan terjadi pertempuran yang menentukan, dan dari bawah tanahnya yang subur, ia akan dapat mengikuti gerakan tentara Islam, mendengar kepakan benderanya, dan bunyi telapak kudanya serta gemerincing pedang-pedangnya Sekarang ini ia masih terkubur di sana .... Tetapi tidak lagi mendengar gemerincing pedang, atau ringkikan kuda! Keadaan telah berlalu, dan kapal telah berlabuh di tempat yang dituju, sejak waktu yang lama .... Tetapi setiap hari, dari pagi hingga petang didengarnya suara adzan yang berkumandang dari menara-menaranya yang menjulang di angkasa, bunyinya: -
"Allah Maha Besar....Allah Maha Besar.... "
Dan dengan rasa bangga, di dalam kampungnya yang kekal dan di mahligai kejayaannya ia menyahut: -
"Inilah apa yang telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya ....Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya…!"






Di Poskan Oleh : artikelkisah-kisah.blogspot.co.id


http://artikelkisah-kisah.blogspot.co.id



 

GUGURNYA DOSA BERSAMA TETESAN AIR WUDLU

                                   GUGURNYA DOSA BERSAMA TETESAN AIR WUDLU

    "Abu Nadjih (Amru) bin Abasah Assulamy r.a berkata : Pada masa Jahiliyah, saya merasa bahwa semua manusia dalam kesesatan, karena mereka menyembah berhala. Kemudian saya mendengar berita ; Ada seorang di Mekkah memberi ajaran-ajaran yang baik. Maka saya pergi ke Mekkah, di sana saya dapatkan Rasulullah SAW masih sembunyi-sembunyi, dan kaumnya sangat congkak dan menentang padanya.
Maka saya berdaya-upaya hingga dapat menemuinya, dan bertanya kepadanya : Apakah kau ini ?
Jawabnya : Saya Nabi.
Saya tanya : Apakah nabi itu ?
Jawabnya : Allah mengutus saya.
Diutus dengan apakah ?
Jawabnya : Allah mengutus saya supaya menghubungi famili dan menghancurkan berhala, dan meng-Esa-kan Tuhan dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
Saya bertanya : Siapakah yang telah mengikuti engkau atas ajaran itu ?
Jawabnya : Seorang merdeka dan seorang hamba sahaya ( Abubakar dan Bilal ).

    Saya berkata : Saya akan mengikuti kau. Jawabnya : Tidak dapat kalau sekarang, tidakkah kau perhatikan keadaan orang-orang yang menentang kepadaku, tetapi pulanglah kembali ke kampung, kemudian jika telah mendengar berita kemenanganku, maka datanglah kepadaku. Maka segera saya pulang kembali ke kampung, hingga hijrah Rasulullah SAW ke Madinah, dan saya ketika itu masih terus mencari berita, hingga bertemu beberapa orang dari familiku yang baru kembali dari Madinah, maka saya bertanya : Bagaimana kabar orang yang baru datang ke kota Madinah itu ? Jawab mereka : Orang-orang pada menyambutnya dengan baik, meskipun ia akan dibunuh oleh kaumnya, tetapi tidak dapat. Maka berangkatlah saya ke Madinah dan bertemu pada Rasulullah S.A.W. Saya berkata : Ya Rasulullah apakah kau masih ingat pada saya ?

    Jawabnya : Ya, kau yang telah menemui saya di Mekkah. Lalu saya berkata : Ya Rasulullah beritahukan kepada saya apa yang telah diajarkan Allah kepadamu dan belum saya ketahui. Beritahukan kepada saya tentang shalat ? Jawab Nabi : Shalatlah waktu Shubuh, kemudian hentikan shalat hingga matahari naik tinggi sekadar tombak, karena pada waktu terbit matahari itu seolah-olah terbit di antara dua tanduk syaitan, dan ketika itu orang-orang kafir menyembah sujud kepadanya.

    Kemudian setelah itu kau boleh shalat sekuat tenagamu dari sunnat, karena shalat itu selalu disaksikan dan dihadiri Malaikat, hingga matahari tegak di tengah-tengah, maka di situ hentikan shalat karena pada saat itu dinyalakan Jahannam, maka bila telah telingsir dan mulai ada bayangan, shalatlah, karena shalat itu selalu disaksikan dan dihadiri Malaikat, hingga shalat Asar. Kemudian hentikan shalat hingga terbenam matahari, karena ketika akan terbenam matahari itu seolah-olah terbenam di antara dua tanduk syaithan dan pada saat itu bersujudlah orang-orang kafir.

    Saya bertanya : Ya Nabiyullah : Ceriterakan kepada saya tentang wudlu' ! Bersabda Nabi : Tiada seorang yang berwudlu' lalu berkumur dan menghirup air, kemudian mengeluarkannya dari hidungnya melainkan keluar semua dosa-dosa dari mulut dan hidung. Kemudian jika ia membasuh mukanya menurut apa yang diperintahkan Allah, jatuhlah dosa-dosa mukanya dari ujung jenggotnya bersama tetesan air. Kemudian bila membasuh kedua tangan sampai kedua siku, jatuhlah dosa-dosa dari ujung jari-jarinya bersama tetesan air. Kemudian mengusap kepala maka jatuh semua dosa dari ujung rambut bersama tetesan air, kemudian membasuh dua kaki ke mata kaki, maka jatuhlah semua dosa kakinya dari ujung jari bersama tetesan air. Maka bila ia shalat sambil memuja dan memuji Allah menurut lazimnya, dan membersihkan hati dari segala sesuatu selain Allah, maka keluar dari semua dosanya bagaikan lahir dari perut ibunya " ( HR. Muslim )

    "Ketika Amru bin Abasah menceritakan hadits ini kepada Abu Umamah, oleh Abu Umamah ditegur : Hai Amru bin Abasah perhatikan keteranganmu itu, masakan dalam satu perbuatan orang diberi ampun demikian rupa. Jawab Amru : Hai Abu Umamah, telah tua usiaku, dan rapuh tulangku, dan hampir ajalku, dan tiada kepentingan bagiku untuk berdusta terhadap Allah atau Rasulullah S.A.W.
Andaikan saya tidak mendengar dari Rasulullah, hanya satu dua atau tiga empat kali, atau lima enam tujuh kali tidak akan saya ceritakan, tetapi saya telah mendengar lebih dari itu " ( HR. Muslim )



artikelkisah-kisah.blogspot.co.id

Media Sosial

CB Blogger

Translate

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes